Suatu pepatah mengatakan bahwa: “Gajah di pelupuk mata tak nampak, sedang semut di seberang lautan tampak.” Sebuah pepatah yang sangat menganjurkan kepada kita untuk lebih mengintrospeksi diri kita sendiri, apakah kita sudah baik perilakunya dan tidak satupun mempunyai aib untuk menyalahkan seseorang yang mungkin lebih sedikit aibnya dibandingkan dengan kita.
Ada beberapa jalan untuk mengetahui aib kita sendiri, sehingga menjadikan kita lebih bisa untuk menjadi yang lebih baik lagi. Sedikitnya ada empat jalan untuk mengetahui aib diri kita sendiri.
Ada beberapa jalan untuk mengetahui aib kita sendiri, sehingga menjadikan kita lebih bisa untuk menjadi yang lebih baik lagi. Sedikitnya ada empat jalan untuk mengetahui aib diri kita sendiri.
Pertama, hendaklah ia duduk menghadap seorang syaikh yang bersih hatinya dan mengetahui berbagai penyakit jiwa, dan jeli terhadap berbagai cacat yang tersembunyi dan kemudian syaikh atau guru tersebut memberitahukan berbagai aib dirinya dan jalan terapinya. Akan tetapi keberadaan orang yang seperti ini pada zaman sekarang sangatlah sulit sehingga hampir-hampir tidak ada sama sekali.
Kedua, hendaklah ia meminta kepada seorang ikhwan atau kawan yang jujur, beragama dan ‘tajam penglihatannya” menjadi pengawas dirinya untuk memperhatikan berbagai keadaan dan perbuatannya, kemudian menunjukkan kepadanya berbagai akhlak tercela, perbuatan yang tidak baik dan aibnya, baik yang dzahir maupun batin. Hal inilah yang biasa dilakukan oleh orang-orang yang cerdas dan para ulama’ besar.
Umar ra. berkata: Semoga Allah SWT merahmati seseorang yang menunjukkan aib diriku. Umar ra. biasa bertanya kepada Salman tentang aib dirinya. Ketika Salman datang kepadanya, Umar ra. bertanya: “Apa yang telah kamu dengar tentang diriku yang tidak kamu sukai? Salman tidak bersedia mengatakannya tetapi setelah didesak terus oleh Umar ra. akhirnya ia mengatakan: “Aku mendengar bahwa engkau mengumpulkan dua macam kuah dalam satu hidangan, dan engkau punya dua jubah, satu jubah untuk siang hari dan satu jubah lainnya untuk malam hari.” Umar ra. bertanya: “Apakah ada yang lainnya?” Salman menjawab: “Tidak” Umar ra. berkata: “Adapun dua hal itu maka akan aku tinggalkan.” Akan tetapi sangat jarang seorang kawan yang mau meninggalkan basa-basi lalu memberitahukan aib atau meninggalkan kedengkian sehingga tidak melebihi ukuran kewajiban.
Ketiga, hendaklah ia memaafkan lisan para musuhnya dan merenungkan apa yang diucapkan musuhnya, karena mata kebencian mengungkapkan segala keburukan. Hanya saja tabiat manusia cenderung mendustakan musuh dan menilai pernyataannya sebagai kedengkian. Padahal orang yang punya mata hati (bashirah) tidak akan mengabaikan manfaat yang dapat diperoleh dari pernyataan musuh-musuhnya, karena keburukan akan keuar dari lisan mereka.
Keempat, hendaklah ia bergaul dengan masyarakat, kemudian setiap hal yang dilihatnya tercela di tengah kehidupan masyarakat maka hendaklah ia menuntut dirinya dengan hal tersebut dan menisbatkannya kepada dirinya, karena hal demikian adalah cerminan setiap orang Mu’min. kemudian ia melihat aib orang lain sebagai aibnya sendiri, dan mengetahui tabiat manusia berbeda-beda tingkatan dalam mengikuti hawa nafsunya.
Seandainya semua orang meninggalkan apa yang mereka benci dari orang lain niscaya mereka tidak memerlukan lagi Mu’addib (pemberi pelajaran).
Seandainya semua orang meninggalkan apa yang mereka benci dari orang lain niscaya mereka tidak memerlukan lagi Mu’addib (pemberi pelajaran).
Dengan empat jalan di atas kita dapat mengetahui aib diri kita sehingga kita diharuskan melakukan introspeksi diri sendiri untuk menjadi yang lebih baik dari sekarang dan berguna bagi masyarakat dan tidak meremehkan orang lain walaupun itu adalah musuh kita.
No comments:
Post a Comment